Dengan tugas dan perannya yang begitu
penting maka figur guru yang kita dambakan idealnya adalah sosok yang
memiliki kharismatik, yakni guru yang memiliki sifat-sifat baik yang
pantas ditiru dan digugu oleh anak didiknya, tulus dalam membimbing
dalam membina mereka serta tampil menjadi sosok berwibawa yang disegani.
Berwibawa dan disegani bukan berarti
hemat bicara atau identik dengan sifat kejam guru sehingga anak didik
takut. Akan tetapi kewibawaan pada hakikatnya merupakan kesatuan antara
teori dan aksi atau perkataan dan perbuatan. Ketika guru mengajarkan
anak didik untuk disiplin, maka guru tersebutlah yang tanpa terpaksa
telah menerapkannya terlebih dahulu. Ketika guru mampu membangun
konsistensi teori dan aksi ini maka dengan sendirinya kewibawaan itu
akan muncul secara alami.
Sekiranya kita bertanya, manakah model
guru yang pantas ditauladani?, maka jawabannya adalah guru yang selalu
konsisten menyesuaikan perkataan dan perbuatannya. Sebab ketauladanan
mustahil muncul dari sosok guru yang tidak konsisten antara lisan dan
perbuatannya.
Setidaknya ada dua perspektif yang kita
lihat untuk mengetahui figur guru kharismatik yakni dari perspektif
agama secara umum dan profesionalisme secara khusus. dari perspektif
agama, sosok guru kharismatik biasanya memiliki beberapa karakter; pertama, motivasi
dan orientasi mengajarnya tidak semata-mata demi bayaran dan tunjangan
materi serta jaminan kesejahteraan hidup. Lebih dari itu dia memiliki
niat ibadah dan pengabdian yang begitu tulus untuk mendidik, membimbing
dan membina anak didiknya.
Saat ini, banyak di antara guru yang
lebih termotivasi oleh tunjangan matari sementara tidak pernah berpikir
serius untuk menjadikan anak didik cerdas dan menjunjung tinggi
moralitas. Orientasi materi tentu saja lumrah karena guru juga manusia.
Namun sejatinya orientasi materi tersebut tidak membuat kabur misi utama
pendidikan yakni membentuk karakter anak didik. Dengan kata lain niat
guru menjadi pendukung kuat untuk menjadikan dirinya guru kharismatik.
Kedua, guru yang berpenampilan
sederhana dan bersahaja. Makna sederhana dan bersahaja dalam hal ini
bukan berarti berpenampilan serba terbatas, minsalnya memakai pakaian
yang itu saja, berjalan selalu menunduk dan menjaga jarak dengan lawan
jenis. Makna sederhana dalam hal ini adalah tampilan yang tidak
berlebihan dan berpotensi menimbulkan penilai negatif dari kolega dan
anak didiknya.
Guru yang berpenampilan berlebihan
biasanya tidak memiliki itikad yang serius dalam mengembangkan potensi
anak didiknya. Kita dapat lihat contohnya di sekolah tempat mengajar, di
mana sebagian guru ada yang mengutamakan penampilan mewah dan tidak
terlalu pusing dengan perkembangan anak didiknya. Guru model ini
tentunya tidak dapat dijadikan tauladan oleh anak didiknya.
Ketiga, guru kharismatik adalah
guru yang santun, tidak pernah berbicara dan berperilaku kasar terhadap
anak didiknya walapun dalam kondisi marah. Kemarahan tersebut dia
kendalikan dengan penuh kesabaran. Di sisi lain dia selalu berusaha
memberikan pencerahan kepada anak didik agar tidak berkata dan berbuat
bertentengan dengan aturan agama dan budaya. Dia mampu tampil menjadi
sosok pembimbing, motivator, partner anak didiknya sehingga mereka
merasa dihargai sebagai anak didik.
Berapa banyak di antara guru yang hanya
mampu menjalankan tugas mengajar namun tidak mampu mendidik. Hal ini
pula yang menjadi salah satu permasalahan serius dalam dunia pendidikan
saat ini, yakni guru lebih dominan dalam mengajarkan aspek kognetif
semata dan melupakan substansi pendidikan yakni aspek afektifnya.
Karakteristik berbasis agama di atas
belumlah cukup bagi figur guru kharismatik. Secara teknis hal ini juga
harus didukung oleh perspektif profesionalisme guru. Ada beberapa hal
yang harus dimiliki oleh guru yaitu; pertama, menguasai
konsentrasi keilmuan yang mendalam sehingga tidak pernah merasa tidak
siap saat mengadakan proses belajar mengajar. Salah satu sebab yang
menjatuhkan harga diri guru adalah kedangkalan materi pelajaran yang
dikuasainya sehingga membuat anak-anak menganggap remeh.
Kedua, guru selayaknya disiplin
waktu sehingga menjadikan anak juga untuk disiplin. Jangan sampai
anak-anak menunggu guru karena sering terlambat. Tentunya suasana kelas
model ini biasanya akan menimbulkan keributan atau kegaduhan yang
membuat kelas lain terganggu.
Ketiga, seorang guru juga harus
menguasai multimetode sehingga lues dalam mengajar. Cerita-cerita atau
dongeng juga harus diperkaya untuk mengisi sela-sela waktu yang
membosankan sebab kadang-kadang ada materi sulit yang membuat banyak
anak tidak betah dan merasa jemu.
Keempat, demokratis dalam
proses belajar mengajar. Artinya, guru selalu menghargai dan
mendengarkan pendapat anak didiknya dan mau untuk diingatkan oleh anak
didiknya jika keliru. Selain itu dia selalu berusaha semaksimal mungkin
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari anak didik mereka.
Sebenarnya masih banyak kriteria yang
dapat dijadikan sebagai standar untuk mengetahui figur guru kharismatik.
Namun penulis melihat bahwa yang paling utama dari beberapa kriteria di
atas adalah niat. Niat merupakan landasan pokok yang harus dimiliki
oleh guru dalam menngajarkan anak didiknya. Kegiatan proses belajar
dianggapnya sebagai ibadah.
Niat baik merupakan manifestasi dari
kondisi iman seseorang yang sebenarnya dan sulit direkayasa. Dia akan
muncul secara alami dan memancar dalam bentuk amal seseorang sehingga
hal tersebut akan mewarnai segala aktifitasnya dalam proses belajar
mengajar.
Sadarilah bahwa sosok guru merupakan
pusat perhatian, mulai dari gaya bicara, berpakaian serta
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya semua akan terekam dan kadang
ditiru oleh anak didiknya. Tentunya kita menginginkan yang direkam
tersebut adalah hal-hal positif yang dapat membangun karakter anak
didik. Penulis yakin, itu semua akan mereka dapatkan dari figur guru
kharismatik yakni guru yang konsisten antara ucapan dan perbuatannya
dengan landasan religius yang kuat serta profesional dalam mengajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar